PADANG – Gubernur Mahyeldi bakal mengirimkan nama-nama penjabat ( Pj) Bupati Kepulauan Mentawai pada awal April 2022. Nama-nama itu nantinya tetap dari pejabat dari Pemprov Sumbar dengan jabatan minimal eselon II.
Meski begitu, jika sebelumnya nama penjabat yang ditetapkan Mendagri dari nama-nama yang dikirimkan gubernur, kali ini Kemendagri bisa saja memilih nama di luar nama diajukan gubernur.
“April baru kita siapkan, karena minimal satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan sudah kita persiapkan, ” sebut Kepala Biro Pemerintahan Setdaprov Sumbar, Doni Rahmat Samulo, Senin (14/3/2022).
Dikatakannya, proses pengajuan penjabat dimulai dari surat DPRD daerah yang kepala daerahnya habis. Kemudian berdasarkan surat tersebut gubernur mengirimkan nama-nama ke Menteri Dalam Negeri.
Baca juga:
TASPEN Grup Bantu Korban Gempa Pasaman
|
“Khusus Mentawai, kan habisnya Mei 2022. Jadi awal April sudah kita siapkan, ”katanya.
Pada 2022 dua daerah di Sumbar akan mengakhiri masa jabatan kepala daerah. Yakni, Kepulauan Mentawai yang berakhir pada Mei 2022. Kemudian Kota Payakumbuh pada Oktober 2022.
Pada tahun ini tidak ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk dua daerah tersebut. Karena pilkada dilangsungkan serentak pada 2024. Untuk itu, dua daerah ini akan dijabat oleh penjabat hingga 2024.
“Memang sekarang tidak pemilihan, jadi untuk mengisinya ditunjuk Pj hingga 2024, ” katanya.
Diakuinya, sesuai wacana yang berkembang belakangan, penjabat bupati/walikota akan ditunjuk langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Jadi nama yang ditunjuk Mendagri bisa saja diluar nama yang diajukan gubernur.
“Karena secara kewenangan selama ini yang menetapkan Pj itu memang Mendagri. Hanya saja dulu, nama yang ditetapkan adalah yang pilih dari nama yang diajukan gubernur. Sekarang bisa saja di luar nama yang diajukan, ”sebutnya.
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dalam Pasal 210 ayat 9 cara mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya 2022 dan 2023.
Aturannya diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada 2024.
Sesuai petikan bunyi pasal tersebut. Pada ayat 10 pasal yang sama, disebutkan juga, “Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di ayat 11, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama. Dalam penjelasan Pasal 201 ayat 9, diatur mengenai masa jabatan para pejabat ini.
“Penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota masa jabatannya 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang yang sama/berbeda.”
Soal pejabat madya dan pejabat pratama diatur dalam ketentuan terpisah. Salah satunya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 kemudian diubah lagi pada 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Mengenai Persyaratan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), Pasal 105 mengatur bahwa ada JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama yang diisi dari kalangan PNS. Ayat 2 pasal itu mengatur setiap PNS yang memenuhi syarat punya kesempatan yang sama untuk mengisi JPT yang lowong.
Hal ini menjelaskan alasan Kemendagri membuka opsi penjabat kepala daerah bisa dari kalangan TNI-Polri.Ayat 2 pasal itu menjelaskan JPT utama dan JPT madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS. Ayat 3 mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan. Ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari kalangan non-PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Syarat untuk menjadi pejabat madya Pasal 107 PP tersebut mengaturnya di ayat 1b yakni memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV serta memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang ditetapkan.
Juga mesti memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama tujuh tahun; sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat dua tahun; memiliki rekam jejak jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 58 tahun; dan sehat jasmani dan rohani.
Untuk calon non-PNS, syaratnya diatur di Pasal 108 yakni harus warga negara Indonesia; memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah pascasarjana; memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang dibutuhkan; memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat 10 tahun; tidak menjadi anggota/pengurus partai politik paling singkat lima tahun sebelum pendaftaran.
Tidak pernah dipidana dengan pidana penjara; memiliki rekam jejak jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 58 tahun; sehat jasmani dan rohani. “Dan tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat dari PNS, PPPK, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pegawai swasta, ” demikian bunyi poin ayat terakhir. (**)